Kamis, 21 Februari 2013

SEJARAH PERANG SALIB

Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.

Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.

Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.

Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.

Read more...

Jumat, 08 Mei 2009

Keabadian Sultan Saladin


Dia dikenal sebagai raja, panglima perang yang jago strategi, pemimpin umat, dan sekaligus sosok yang santun dan penuh toleransi.

Banyak manuskrip yang men
catat "Saladin Sang Raja Mesir" (Saladin, King of Egypt) sebagai simbol kekuasaan Eropa. Namanya tidak bisa dilepaskan dari Sejarah Perang Salib yang membawa kejayaan Islam, namun tanpa menindas kaum Kristiani.


Sultan Saladin lahir dengan nama Salahidun Yusuf Ibn Ayyub di Tikrit, dekat Sungai Tigris dari sebuah keluarga Kurdi. Ia dikirim ke Damaskus, Suriah, untuk menimba ilmu. Selama sepuluh tahun ia berguru pada Nur ad-Din (Nureddin). Setelah berguru ilmu militer pada pamannya, seorang negarawan Seljuk dan pimpinan pasukan Shirkuh, ia dikirim ke Mesir untuk menghadang perlawanan Kalifah Fatimiyah tahun 1160. Ia sukses dengan misinya yang membuat pamannya duduk sebagai wakil di Mesir pada tahun yang sama. Saladin memperbaiki perekonomian Mesir, mengorganisasi ulang kekuatan militernya, dan mengikuti anjuran ayahnya untuk tidak memasuki area konflik dengan Nur ad Din. Sepeninggal Nur ad Din, barulah ia mulai serius memerangi kelompok Muslim sempalan dan pembrontak Kristen. Dia bergelar Sultan di Mesir dan menjadi pendiri Dinasti Ayyubi serta mengembalikan ajaran Sunni ke Mesir.

Read more...

HAMAS Diduga Akan Umumkan Gencatan Senjata dengan Israel


Kelompok HAMAS mengatakan kepada Mesir bahwa mereka mungkin akan mengumumkan masa tenang dengan Israel, kata seorang sumber yang dekat dengan gerakan itu kepada Xinhua Kamis malam.

Sumber yang tidak mau disebut jatidirinya itu mengatakan HAMAS telah menginformasikan kepada para juru penengah Mesir bahwa mereka akan menyepakati masa tenang dengan Israel asalkan negara Yahudi itu menghentikan agresinya di Jalur Gaza.

Para pejabat HAMAS sulit dihubungi untuk diminta konfirmasinya mengenai hal itu.

Israel melancarkan operasi militer besar-besaran di Gaza pada akhir tahun 2008, dengan tujuan mencegah para pejuang Gaza melakukan penembakan roket ke wilayah komunitas Israel selatan.

Serangan militer tersebut berakhir selama 22 hari, sebelum Israel dan kelompok-kelompok Palestina di Gaza, terutama gerakan HAMAS, masing-masing mengumumkan gencatan senjata secara sepihak.

Sejak perang berakhir, Mesir menjadi juru penengah antara Israel dan HAMAS guna mencapai gencatan senjata yang berumur lebih lama. (antr/mj/www.suara-islam.com)

Read more...

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP